Mengapa Kita Memotret?

Ketika seseorang melihat selembar foto, apa sebenarnya yang ia lihat? Hanya gambarnya atau cerita dalam gambar tersebut? Atau pesan tertentu dari simbolisasi gambar? Atau kenangan tertentu?



Pada dasarnya selembar foto adalah media ungkapan berkomunikasi seorang fotografer kepada pengamat foto tersebut. Sebuah foto adalah ungkapan bahasa gambar/visual seseorang. Jika kita mengarahkan kamera ke suatu obyek tertentu, dalam benak pemotret akan muncul keinginan memperlihatkan hasil fotonya kepada “seseorang”. Seseorang di sini bisa dirinya sendiri sebagai penikmat, maupun publik secara luas. Keingian bercerita terkadang menjadi kebutuhan seseorang. Sehingga pada saat itulah foto menjadi alat untuk berkomunikasi, sebagai media untuk bercerita.
Dengan foto, seseorang dapat bercerita lebih akurat tentang suatu peristiwa, kegiatan, ekspresi, kenangan, nostalgia, bahkan berbagi ide atau gagasan. Jika ungkapan berbahasa yang disampaikan tidak jelas, maka arti dari peristiwa tersebut pun menjadi kabur.

Untuk dapat mengungkapkan secara baik melalui foto, maka tata bahasa yang digunakan pun harus tepat dan sesuai dengan konteksnya. Tata bahasa dalam bahasa visual fotografi meliputi penerapan teknik, komposisi dan tata cahaya, serta estetika. Aplikasi yang tepat menyebabkan seorang pengamat akan memahami dan mengerti arti ungkapan fotografernya.

Banyak ragam informasi yang dapat diungkapkan pemotret kepada audiensnya, sehingga muncul istilah-istilah dan kategori dalam fotografi yang mengacu pada obyek pemotretannya, seperti: foto pemandangan, foto anak, foto model, foto still life (alam benda), foto produk, foto arsitektur, dan sebagainya. Selain itu muncul juga istilah dalam fotografi yang mengaju pada tujuan pemotretannya, misal: foto komersial, foto seni, foto dokumentasi, foto jurnalistik, foto salon, dan lain sebagainya.


Meskipun demikian pengkotakan kategori tersebut bersifat relatif. Dalam arti, selembar foto dapat berganda kategori. Sebuah foto mbah Maridjan, dapat berarti foto dokumentasi bagi mbah Maridjan sendiri, dapat menjadi foto iklan (komersial) bagi Sido Muncul, dan dapat menjadi foto jurnalistik bagi pewarta foto. Penekanan pada kategori dapat membingungkan pemula, oleh karena itu yang lebih penting adalah menekankan pada tujuan pemotretan dan konsep yang mendasari pemotretan tersebut. Namun demikian jika tenyata digunakan untuk tujuan lain dan memadai, mengapa tidak?

Bagaimanapun sederhananya sebuah tujuan pemotretan, maka yang harus diperhatikan adalah ketrampilan pengoperasian kamera. Menguasai kamera adalah ketrampilan wajib. Setiap kamera memiliki karakteristiknya sendiri, oleh karena itu kamera yang kita miliki harus dipahami cara kerjanya.

Untuk mengerti cara kerja kamera, sebenarnya relatif mudah, yaitu dengan mempelajari manual book-nya. Dalam buku petunjuk penggunaan kamera tersebut, tertulis lengkap bagaimana mempergunakan kamera dan bagaimana perawatannya. Ikuti petunjuknya dengan seksama, maka dijamin kita menjadi pakar tentang kamera tersebut.
Mengerti cara kerja kamera, baru satu ketrampilan dasar. Syarat berikutnya untuk dapat bertutur dengan bahasa visual fotografi adalah ketrampilan mengatur komposisi. Pengaturan komposisi menjadi faktor penting karena sebuah gambar akan dinilai kualitasnya dari cara penyusunan elemen gambar yang ada. Dimana meletakkan obyek utama, bagaimana menjadikan obyek utama menonjol, siapa yang menjadi pusat perhatian, bagaimana mengatur irama, warna, bidang, dan sebagainya.

Ketrampilan dasar yang lain adalah tata cahaya. Meskipun fotografi membutuhkan cahaya, namun bukan sembarang cahaya yang dapat membentuk foto. Ada banyak pengaturan cahaya, yang mendasari pembuatan foto. Baik itu mengenai arah cahaya, maupun kualitas cahayanya. Ada lighting dari depan, samping, maupun dari belakang obyek. Ada juga cahaya yang soft, untuk memotret wanita dan anak-anak, dan cahaya yang hard untuk memotret pria.
Selain itu semua, dibutuhkan juga wawasan estetis dari setiap pemotret. Keindahan apa yang akan diungkapkan, sangat tergantung dari wawasan masing-masing orang. Bagi orang papua, esensi keindahannya tentu berbeda dibanding orang jawa. Oleh karena itu, idiom-idiom dan simbolisasi pun menjadi sangat relatif-subyektif. Semakin luas wawasannya, semakin kaya juga kemampuan daya ungkapnya.

Bagaimanapun juga fotografi adalah bagian tak terpisahkan dari seni rupa. Ada kaidah-kaidah kesenirupaan yang terkandung di dalamnya. Pemotret pun harus memahami unsur-unsur estetis, sehingga fotonya indah dilihat, enak dipandang.


Terakhir, foto tidak hanya indah, namun juga harus implisit ada pesan di dalamnya. Ada sesuatu yang ingin disampaikan. Penikmat pun diharapkan menangkap pesan tersebut, dan merenungi makna yang terkandung.

Referensi: 
http://www.amittophoto.co.cc/

No comments:

Post a Comment